Kamis, Mei 07, 2009

TOILET GUGAT


Seperti hari-hari sebelumnya, pagi itu kusempatkan diri menghampiri toilet yang telah sekian puluh tahun setia melayani keluargaku. “Selamat pagi toilet “ sapaku mencoba memberikan senyum seramah yang aku bias.
Tapi pagi ini terasa agak aneh, kulihat toiletku begitu manyun tak seperti biasanya. Dan sebelum aku berhasil jongkok diatasnya, tiba-tiba dia bangkit dan menghempaskan tubuhku hingga ke pojok kamar mandi.
“ E…e… a…apa yang kau lakukan ?! “ tanyaku terbata karena cengkeramannya yang kurasakan begitu kuat. 

Tak sepatah kata terucap dari mulutnya yang menganga lebar… hanya kilatan matanya terlihat seperti sambaran petir di tengan derail hujan semalam. Hingga akhirnya dengan penuh kegeraman dia berkata “ Pagi ini aku menggugatmu !!”
“That’s right… kalau cuman ingin menggugat apa harus anarkhis begini ?”
Dengan penuh kekesalan, dia lepaskan cengkeramannya…
Akku bernapas lega… sambil duduk di bibir kolam, aku mulai mendiskusikan gugatannya… “ Well…sekarang mari kita bicarakan… apa yang ingin kau gugat dariku ?” kali ini aku berusaha menggunakan kata sehalus mungkin agar tak menyinggungnya. Dia masih diam…helaan napasnya terasa berat dan penuh beban. “ Aku tak habis piker… kenapa kau ciptakan aku sebagai toilet ? Kenapa tak kau ciptakan aku sebagai baju, celana, sepatu atau…”
“Itu karena aku butuh kamu… kami memerlukanmu…” potongku.
“”Kalian memang egois…kalian ciptakan aku hanya untuk keperluan kalian !’ jawabnya penuh kekesalan. “ Tidak…bukankah kami telah menempatkanmu di tempat yang layak ? Bahkan pakaian porselenmu jauh lebih mahal dari bajuku, celanaku dan…”
“Tapi tak pernah sekalipun aku kau banggakan ! Belum pernah sekalipun kau beri aku kesempatan untuk muncul di tengah pesta poramu, tak pernah aku kau ajak menemui klien-klienmu, tak pernah aku kau sertakan ke kantormu, tak..”
“Karena memang nass yang diberikan Allah buatmu… Dan saat Allah menasskan dirimu demikian karena Allah sangat menghargaimu dan Allah memfungsikanmu...” “Tapi akupun ingin seperti mereka…aku ingin orang dapat melihatku, toh aku juga punya fungsi…”
Wah kalau dah begini, kayaknya harus segera kuakhiri diskusi ini. Pagi ini toiletku gak bias diajak ngomong baik-baik karena telah dikendalikan nafsunya dan bukan lagi akal sehatnya.
“Lantas sekarang apa maumu ?” tanyaku untuk segera mengakhiri diskusi pagi ini …
“Aku ingin seperti mereka yang selalu kau pamerkan ! Titik !” jawabnya bersungut.
“Baiklah kita coba kalau memang itu kehendakmu…”
Aku segera bersiap untuk beraktivitas. Dan karena memang itu keinginannya maka terpaksa ku ajak dia.
**********************
Saat memasuki kantor, tatapan-tatapan aneh mulai menghunjam pada kami…
“Kenapa sih mereka menatap kita kaya gitu ?” bisiknya
“Karena kamu memasuki area yang bukan wilayahmu… whatever lah !” jawabku singkat
Belum lima belas menit kami berada di kantor, kulihat toiletku makin gelisah. Karena kasihan melihat semua itu, aku ajak dia pergi dari kantor. “Sudah ayo kita pergi” ajakku yang dijawab dengan tatapan lega karena mungkin dia begitu terbebani dengan tatapan-tatapan itu. Kini aku mencoba mengajak dia untuk naik diatas panggung pentas keramaian…
“ Uuuuuuu…..” tiba semua penonton menyoraki toiletku yang naik ke pentas…bahkan sebuah sepatu melayang menghampirinya. Diapun lari dengan berurai air mata… Kususul dia…
‘Kenapa kau menangis…?” tanyaku pelan. “mereka tak mau menerima kehadiranku” jawabnya
“Yah… itu karena disana bukan tempatmu dan kamu tak bias memaksakan mereka menerimamu” aku mencoba menjelaskan dengan hati-hati. “Ini sungguh tidak adil ! “ sergahnya tiba dengan penuh rasa emosional… Dia lari memasuki Bank, Mall, Kantor-kantor dan semua sisi yang memiliki toilet. Dia ajak seluruh toilet berkumpul dan beramai-ramai menggugat para manusia. Aku hanya bias bengong melihat itu semua. Hari itu seluruh toilet di kotaku menggelar demo mogok terima kotoran. Awalnya biasa-biasa saja… namun menjelang sore hari keadaan mulai berubah… banyak manusia yang berlarian karena kebelet sementara semua toilet tidak berada di tempatnya. Wah kacau kalo sudah begini… orang saling tabrak sana tabrak sini dan karena sudah gak tahan terpaksa mereka buang sampah perutnya di tempat yang tidak semestinya. Dan saat malam menjelang, kegelapan dimanfaatkan banyak pihak untuk membuang semua sampah masalah perut otaknya dimanapun tanpa peduli lagi pada etika, peraturan dan sebagainya… Sementara para toilet masih bersikukuh mempertahankan idealismenya. Malam itu seluruh isi kota dipenuhi kotoran-kotoran yang tidak semestinya.

*********
Pagi telah tiba…. Akupun terbangun dari tidurku yang terpaksa. Ulah toiletku telah membuatku seharian kemaren kalang kabut hingga kehilangan seluruh tenaga penjelasan. Bau menyengat menusuk hidungku… ternyata banyak sekali tumpukan kotoran manusia di sekelilingku….
Dan saat aku tertatih menuju kamar mandi… kulihat toilet termenung…
“Sudah capek demonstrasinya ?” tanyaku pelan sambil menutup hidungku
Toilet diam… “Maafkan aku…” hanya itu yang terucap
“ Maaf untuk apa ?” tanyaku
“Untuk gugatanku !”
“Itu hakmu !”
“Ya dan aku telah menggunakanya…meski hasilnya tak seperti harapanku”
“Tidak semua harapan terwujud seperti keinginan !”
“Dan aku telah menyengsarakan kalian, bahkan seisi kota ini. Akibat ulahku sekarang seisi kota dipenuhi kotoran yang mustinya jadi kewajibanku…”
“Semua manusia membutuhkanmu…dengan dirimu atas fungsimu…bukan dipanggung pentas karena kau memang bukan pementas, bukan di kantor karena kau memang bukan pegawai, bukan di Mall karena kau memang bukan pembelanja. Maka jika kau hadir disana… rasa sakit yang akan kau dapat. Tapi lihatlah… kini semua manusia membutuhkan kehadiranmu. Mereka tinggalkan penyanyi kesayanganya, mereka tinggalkan baju yang baru di belinya di swalayan, mereka tinggalkan pekerjaan mereka… hanya untuk mencarimu karena hanya dirimu yang dinasskan oleh Allah untuk melakukan itu….” Kataku tanpa tahu dia tahu atau tidak.
“Dan sekarang aku tahu … memang disini tempatku… dan inilah kehendak Allah atasku…”
“Hari inipun kau telah menjadi seorang idola sepertiku, seperti bajuku, seperti penyanyi itu…”
“Sungguh Allah Maha Adil dan Maha Merencana… Subhanallaah…” kata toiletku kembali ke tempat dimana dia harus berada.
(Takdzim pada Cak Nun yang dah ngajarin aku bersastra )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Boleh berkomentar semaunya dengan santun


Blogspot Templates by Isnaini Dot Com and Wedding Bands. Powered by Blogger